BEKASI – Usaha yang dirintis dengan niat yang baik tentu akan menghasilkan keuntungan yang baik pula, namun dalam perjalanannya tentu tidak selamanya berjalan mulus sesuai dengan rencana.
Hal tersebut diatas seperti yang diungkapkan oleh Bosan, warga Desa Telaga Murni saat diwawancarai para wartawan diruangan komisi A DPRD Kabupaten Bekasi ketika menyampaikan keluhannya bersama para pekerjanya kepada wakil rakyat Kab Bekasi beberapa waktu lalu. Bosan bersama 15 pekerjanya mengadu karena perintah pembongkaran bangunan usaha pencucian kendaraan yang sudah dirintisnya sejak tahun 2004 yang berdiri diatas lahan Tanah Kas Desa (TKD), Desa Telaga Murni dengan persetujuan kepala desa Telaga Murni saat itu.
Bosan menjelaskan, pada awal tahun 2004 hatinya tergerak untuk membuka usaha pada Tanah Kas Desa (TKD) Telaga Murni yang saat itu hanya digunakan untuk tempat pembuangan sampah para warga yang mendatangkan bau busuk dan pemandangan tak sedap karena tumpukan sampah. Dirinyapun mengajukan permohonan kepada kepala desa agar tanah tersebut dapat digunakannya untuk membuka usaha cucian kendaraan yang dapat menyerap tenaga kerja dan dapat memberikan sumbangsih kepada desa dan kepada masyarakat sekitar secara langsung ataupun tidak langsung.
Dengan persetujuan kepala desa yang pada saat itu dijabat oleh Lurah Atong, Bosan pun memulai pembangunan tempat usahanya dengan terlebih dahulu menyingkirkan sampah sampah yang menumpuk, menguruk lahan dan pengerasan lahan yang telah diurug dan selanjutnya mendirikan bangunan dan melengkapi peralatan usaha pencucian kendaraan yang menurut Bosan menghabiskan dana mencapai lima puluh juta rupiah.
“Usaha tersebut menyerap tenaga kerja sebanyak 15 orang yang rata rata sudah berkeluarga dan menghasilkan pemasukan buat desa walaupun tidak besar jumlahnya. Pada awalnya, tahun 2004 lalu, berdasarkan kesepakatan dengan aparat desa, saya menyetorkan semampunya selama enambulan karena usaha masih baru jalan, saat itu selama 6 bulan saya menyetor kepada desa besarnya 300 s/d 400 ribu rupiah perbulannya.”jelasnya.
“Namun setelah enam bulan berjalan kepala desa memanggil saya untuk merundingkan perbaikan bentuk kerjasama usaha pencucian kendaraan tersebut, kesepakatan pada saat itu dari modal yang saya keluarkan sebesar
Dan setelah Lurah Atong digantikan oleh H Sugandi HM, kira kira pertengahan tahun 2006 lalu saya dipanggil untuk membicarakan besarnya konpensasi yang saya setorkan ke desa. Saat itu perundingan sangat alot karena permintaan pihak desa terlalu besar dibanding hasil didapat dari pencucian kendaraan. Akhirnya setelah beberapa lama perundingan walaupun dengan sangat berat akhirnya saya menyanggupi membayar ke desa sebesar satu juta empat ratus ribu rupiah per bulannya. Dan itu berlangsung hanya sampai bulan Oktober 2009 saja karena pihak desa meminta saya memberhentikan aktifitas cucian kendaraan tersebut dan desa mengembalikan modal saya sebesar tujuh belas juta rupiah dan selanjutnya saya diminta membongkar bangunan dan mengosongkan tanah TKD tersebut.
Menurut bosan dirinya sudah mendapatkan tiga kali
Bosan mengaku, dirinya tidak keberatan bila benar tanah tersebut digunakan untuk membangun sekolah, tapi menurut dia permohonannya untuk menggunakan melanjutkan aktifitasnya sampai sampai saat pembangunan akan dimulai tidak dikabulkan oleh pihak desa.
”Mengingat sekitar 15 keluarga menggantungkan hidupnya pada usaha tersebut seharusnya menjadi pertimbangan bagi pihak desa untuk memberikan kesempatan bagi Bosan untuk menjalankan usaha tersebut sampai waktunya pembangunan sekolah akan dimulai” kata Bosan penuh harap.
Bosan minta diberi kesempatan untuk tetap menjalankan usahanya kalau pembangunan gedung sekolahnya belum dimulai, “Kami akan segera membongkarnya bila pembangunan sekolah pada tanah tersebut sudah akan dimulai.” Kata Bosan.
Informasi terakhir yang didapat dari Bosan bahwa jumat (12/2) mesin disel air di cucian tersebut dibongkar paksa oleh pihak desa dan Bosan pun melaporkannya ke Polsek Cibitung.(sepmi)