1. 2.

08 April 2010

Target Dan Peraturan Pajak Hotel Di Proritas Kan

BOGOR, - Wilayah Kab Bogor menyimpan potensi kekayaan alam yang besar, diantaranya keberadaan kawasan puncak yang menjadi primadona lokasi kawasan wisata, selain puncak juga masih banyak daerah lain yang memilki keindahan alam yang menjadi sumber pendapatan daerah Kab Bogor dibidang pajak perhotelan. Dalam perkembangannya dari tahun ketahun pajak hotel memberikan kontribusi yang cukup besar dalam penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD),

hal ini ditunjukan dengan semakin meningkatnya target dari sektor pajak hotel yang signifikan, dengan gambaran pada tahun 2007 target menjadi 10.750.000.000,00 mengalami kenaikan sebesar 19,07 % atau Rp.2.050.000.000,00 pada tahun 2008 target mencapai Rp.12.365.188.000,00 naik sebesar Rp.3.665.188.000,00 atau 29,64% dari tahun sebelumnya. Demikian juga pada tahun 2009 target mencapai Rp.14.659.304.000,00 mengalami kenaikan sebesar Rp.2.294.116.000,00 atau 15,65% pada tahun 2010 target mencapai Rp.15.455.073.000,00 mengalami kenaikan sebesar Rp.795.769.000,00 atau 5,43%. Hal ini dikatakan oleh Kepala Kantor Dinas Pendapatan dan Barang Daerah Kab Bogor Drs. Dedi Bachtiar, Kepada Patroli Bangsa diruang kerjanya Rabu minggu lalu.

Drs. Dedi Bachtiar mengatakan, Sesuai dengan Perda nomor 15 tahun 2002 tentang pajak hotel, pengertian hotel adalah bangunan khusus yang disediakan untuk menginap atau istirahat memperoleh pelayanan dan fasilitas lainnya yang dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimilki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran, dan pajak hotel adalah pajak yang dikenakan atas pelayanan yang disediakan hotel dengan pembayaran oleh orang pribadi atau badan.

Lebih lanjuh Bahtiar mengatakan, Yang dimaksud dengan objek pajak dalam pajak hotel adalah pelayanan yang disediakan hotel dengan pembayaran dengan fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek antara lain: a) Gubug Pariwisata (Coffege), Motel, Wisma, Pesanggrahan, Losmen dan rumah penginapan, serta rumah kost yang berjumlah 10 kamar atau lebih yang menyediakan fasilitas seperti penginapan. b) Penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek yang memberikan kemudahan dan kenyamanan, antara lain: Telepon, Faxsimil, Telex, Foto Copy, Pelayanan cuci, Setrika dan Taksi serta angkutan yang dikelola hotel, c) Fasilitas olah raga dan Hiburan yang disediakan hotel dan bukan untuk umum, seperti: Pusat Kebugaran, Kolam renang, Tenis, Golf, Karooke, Diskotik, Pub. d) Jasa persewaan ruangan dihotel untuk kegiatan acara-acara pertemuan. Yang dikecualikan dari objek pajak hotel adalah: a) Penyewaan rumah atau kamar, apartemen dan atau fasilitas tempat tinggal lainnya yang tidak menyatu dengan hotel: b) Pelayanan tinggal diasrama dan pondok pesantren: c) fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan dihotel yang dipergunakan oleh bukan tamu hotel dengan pembayaran: d) pertokoan, perkantoran, perbankan, salon yang dipergunakan oleh hotel dan dapat dimanfaatkan oleh umum.

Menurutnya, Dalam peraturan perpajakan daerah, konsumen/pengunjung hotelmerupakan subjek pajak yaitu orang pribadi atau badan yang melakukan pembayran kepada hotel. Dengan demikian setiap konsumen, selain membayar tariff hotel/penginapan, wajib pula membayar pajak hotel sebesar 10% dari jumlah tagihan yang dibayar kepada pengusaha hotel, sedang pengusaha/pengelola hotel merupakan wajib pajak yaitu orang pribadi atau badan yang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk pemungut atau pemotong pajak.

Dalam Waktu yang sama Dedi Bachtiar menambahkan, Wajib pajak yang membayar sendiri SPTPD dipergunakan untuk menghitung memperhitungkan dan menetapkan sendiri pajak yang terutang. Jika sejak disampaikannya SPTPD sampai dengan 10 (sepuluh) hari sejak berakhirnya masa pajak, wajib pajak tidak atau kurang membayar pokok pajak terutang dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua perseratus) sebulan, dan ditagih dengan menerbitkan STPD. Yang menjadi dasar pengenaan pajak hotel adalah pembayaran yang diberikan konsumen kepada pihak hotel dan besaran pajaknya adalah 10% jadi setiap konsumen yang menikmati jasa hotel (sebagai wajib pajak), yang kemudian disetorkan kepada kas daerah setiap 1 bulan (sesuai masa pajaknya), sebagai contoh: jika seorang konsumen melakukan pembayaran taghan hotel sebesar Rp.1.000.000,- maka konsumen tersebut juga harus membayar pajak hotel sebesar Rp. 100.000,- atau 10% sehingga yang harus dibayar oleh konsumen kepada hotel adalah sebesar Rp.1.100.000,-

Dedi Bachtiar mengimbau, Pembayaran pajak dilakukan di kas daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Bupati sesuai waktu yang ditentukan dalam SPTPD, SKPDKB, SKPDKBT atau STPD, jika pembayaran pajak dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, hasil penerima pajak harus disetor ke kas daerah paling lama 1 x 24 jam, bukti pembayaran pajak adalah Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) atau dokumen lain yang dipersamakan. Jika jumlah pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagai mana telah ditentukan maka dilakukan penagihan pajak apabila masih belum dilunasi diterbitkan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenisnya. Jumlah pajak yang harus dibayar ditagih dengan surat paksa Bupati atau Pejabat menerbitkan surat pakasa, setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal surat teguran atau surat peringatan atau surat sejenisnya, jika pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 jam sesudah tanggal pemberitahuan surat paksa Bupati atau pejabat menerbitkan surat perintah melaksanakan penyitaan kepada juru sita pajak. Setelah dilakukan penyitaan dan wajib pajak belum juga melunasi utang pajaknya setelah lewat 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pelaksanaan surat perintah melaksanakan penyitaan, Bupati atau pejabat mengajukan permintaan penetapan tanggal pelanggaran kepada kantor pelayanan piutang dan lelang Negara. Setelah kantor pelayanan piutang dan lelang Negara menetapkan hari tanggal jam dan tempat pelaksanaan lelang. Juru sita pajak memberitahukan secara tertulis kepada wajib pajak.

Sebagai mana diatur dalam Peraturan daerah Nomor: 15 tahun 2002 pasal 30 yang berbunyi: apabila wajib yang karena kealpaannya mengisi SPTPD dengan tidak benar dan atau tidak lengkap dan atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang. Wajib pajak yang dengan sengaja mengisi SPTPD denga tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana kurungan paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak yang terutang. Bagi pemilik/pengelola Vila, bungalow/coffage, wisma dan rumah peristirahatan yang melaporkan bahwa sarana pariwisata yang dimilki/dikelola tidak dikomersilkan, namun ternyta berdasarkan hasil penelitian, pemeriksaan, informasi dan keterangan lainnya, ternyata sarana pariwisata tersebut dikomersilkan, maka wajib memiliki izin usaha sarana pariwisata, sepanjang memenuhi ketentuan penataan ruang dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya sebagaimana tertuang dalam peraturan daerah nomor: 4 tahun 2007 tentang pengelolaan usaha pariwisata disebutkan pula mengenai kewajiban-kewajiban pemegang izin usaha pariwisata yaitu:

1.melakukan kegiatan usaha sesuai kebijakan penataan ruang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-uandangan. 2.melaksanakan ketentuan ketenaga kerjaan, keselamatan dan kesehatan kerja, sesuai ketentuan perundang-undangan. 3.Menaggugng segala akibat yang disebabkan kegiatan usahanya yang menimbulkan kerugian pihak lain. 4.Memelihara ketertiban umum pada tempat usahanya. 5.Membantu program pengembangan masyarakat dan pengembangan wilayah yang meliputi pengembangan sumber daya manusia, kesehatan dan pertumbuhan ekonomi. 6.Mengupayakan terciptanya kemitra usahaan dengan masyarakat setempat berdasarkan perinsip saling membutuhkan dan saling menguntungkan. 7.Melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam serta mencegah timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan usaha yang dilakukan. 8.Melakukan pembayaran pajak dan retribusi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 9.Menyampaikan laporan kegiatan usaha pariwisata 3 (tiga) bulan sekali kepada Bupati. 10.Melaporkan secara tertulis kepada Bupati apabila terjadi” a)Perubahan atas hak/kepemilikan usaha. b)perubahan alamat kantor dan/atau perubahan susunan pengurus perusahaan. c)Perubahan dan/atau penambahan fasilitas.

Selain tersebut diatas setiap pemilik izin usaha pariwisata dalam rangka evaluasi dan pembinaan izin usaha pariwisata harus dilakukan daftar ulang setiap 1 (satu) tahun. Apbila setiap oarng atau badan yang melanggar ketentuan tersebut diatas dikenakan sanksi perizinan berupa sanksi administrasi yaitu: a)penutupan sementara usaha pariwisata atau b)pencabutan izin usaha pariwisata, selain sanksi administarssi juga dapat dikenakan sanksi pidana, dipidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp50 juta, tindak pidana sebagai mana dimaksud adalah pelanggaran. Jika pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam peraturan daerah oleh undang-undang dinyatakan sebgai pelanggaran atau kejahatan, maka dipidana sesuai ketentuan undang-undang yang bersangkutan.

Berdasarkan peraturan daerah nomor: 8 tahun 2006 tentang ketertiban umum pasal 24 tertuang sebagai berikut: untuk menciptakan ketertiban umum didaerah. Pemerintah daerah dapat melakukan tindakan penertiban terhadap pelanggaran pertauran daerah dan/atau kebijakan pemerintah daerah. Tindakan penertiban dimaksud dilaksanakan oleh perangkat daerah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi penegakan peraturan daerah dan ketertiban umum. (Rizal)